Pada sub bab ini penulis akan membahas teknologi fisioterapi yang berhubungan dengan masalah yang dibahas, teori – teori pendukung terhadap aplikasi teknologi fisioterapi dan efek fisiologis teknologi fisioterapi pada hemiparese dextra oleh karena stroke non haemorhagik. Terapi pada masing – masing fase tidak terpisah melainkan merupakan suatu kesatuan, terapi fase flaccid merupakan persiapan terapi pada fase spastik.
Modalitas Fisioterapi yang digunakan untuk menangani kondisi stroke stadium akut atau flaccid ini, bertujuan untuk:- mencegah komplikasi pada fungsi paru akibat tirah baring yang lama.
- menghambat spastisitas, pola sinergis ketika ada peningkatan tonus.
- mengurangi oedem pada anggota gerak atas dan bawah sisi sakit .
- merangsang timbulnya tonus kearah normal, pola gerak dan koordinasi gerak.
- meningkatkan kemampuan aktifitas fungsional. Pelaksanaan terapi dilakukan pada ruang ICU dan bangsal rawat inap.
Adapun teknik yang digunakan oleh penulis disini diantaranya :
- Passive breathing excercise
Karena sudah satu minggu pasien mengalami serangan stroke.Dan saat ini sebagian besar waktunya digunakan untuk tiduran oleh pasien. Istirahat yang cukup lama dibed dan inaktifitas akan menurunkan metabolisme secara umum .Hal ini mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional pada sistim tubuh yang komplek, dengan manifestasi klinis berupa sindrom imobilisasi (Saleem dan Vallbona).
Pada pasien yang menderita defisit neurologis efek imobilisasi berakibat pada penurunan kapasitas fungsional. Hal ini menyebabkan membutuhkan waktu yang lama untuk mengembalikan potensi fungsi maksimal yang dimiliki pasien. Manifestasi klinik sindrom imobilisasi salah satunya pada sistem respirasi yang berupa :
(a) penurunan kapasitas vital
(b) penurunan ventilasi volunter maksimal
(c) perubahan regional dalam ventilasi/perfusi
(d) gangguan mekanisme batuk.
- Positioning
- Stimulasi taktil terhadap kulit, otot, persendian dengan tehnik – tehnik: tapping, swiping, aproksimasi.
Stimulasi taktil pada prinsipnya harus menimbulkan kontraksi otot, sehingga akan merangsang golgi tendon dan muscle spindle.Impuls yang berasal dari gelondong otot dan organ tendon dikirim oleh serat konduksi yang paling kaya bermyelin yaitu serat Ia.Impuls propioseptif lain yang berasal dari reseptor fasia, sendi dan jaringan ikat yang lebih dalam, berjalan dalam serat yang kurang bermyelin.Ketukan, swiping, tapping dan aproksimasi akan merangsang propioseptor pada kulit dan persendian, gelondong otot akan bereaksi dengan dikirimnya impuls ke motoneuron anterior, perangsangan neuron ini menyebabkan peningkatan kontraksi secara singkat. Rangsangan pada muscle spindle dan golgi tendon akan diinformasikan melalui afferen ke susunan saraf pusat sehingga akan mengkontribusikan fasiltas dan inhibisi (gracanin).Rangsangan taktil yang diulang-ulang akan memberikan informasi ke “supraspinal mechanisme” sehingga terjadi pola gerak yang terintegrai dan menjadi gerakan-gerakan pola fungsional. Stimulasi taktil melalui saraf motoris perifer melatih fungsi tangan “graps” dan “release” serta dapat memberikan fasilitasi pada otot yang lemah dalam melakukan gerakan .
- Latihan gerak pasif dengan pola gerak propioceptive neuromusculer fasilitation dengan tehnik rhytmical initiation .
- Mobilisasi dini dengan latihan secara pasif dan aktif.
Pemulihan motorik terjadi melalui dua mekanisme utama yaitu:
(1) resolusi dari faktor – faktor lokal yang merusak dan ini biasanya merupakan pemulihan spontan yang umumnya berlangsung antara 3 sampai dengan 6 bulan. Bahkan proses ini bisa hanya dalam beberapa hari sampai beberapa minggu, proses ini meliputi pengurangan oedem lokal, perbaikan sirkulasi darah lokal dan penyerapan jaringan yang rusak
(2) Neuroplastisitas yang terjadi pada stadium lanjut, penderita stroke mempunyai hubungan bermakna terhadap reorganisasi yang disebut “Neural Plasticity” dalam proses perbaikan sistem sarafnya. penyembuhan saraf penderita stroke harus ditangani secara menyeluruh sejak fase awal hingga fase penyembuhan salah satu pendekatannya adalah pendekatan fisik (physical therapy). ( Purbo kuntono, 1997)
Proses perbaikan pada penderita stroke, pada fase awal perbaikan fungsional neurologi berupa perbaikan lesi primer oleh penyerapan kembali oedema di otak dan membaiknya sistem vaskularisasi.Dalam beberapa waktu kemudian berlanjut ke perbaikan fungsi aksonal atau aktivasi sinaps yang tidak efektif.Pada penderita stroke, perbaikan fungsi neuron berlangsung kurang lebih dalam waktu satu tahun. Prediksi perbaikan ini sangat tergantung dari luasnya defisit neurologi awal, perkembangan lesi, ukuran dan topis kelainan di otak, serta keadaan sebelumnya. Keadaan ini juga dipengaruhi oleh usia nutrisi dan tindakan terapi (fisioterapi) yang juga merupakan faktor yang menentukan dalam proses perbaikan.Kemampuan otak untuk memodifikasi dan mereorganisasi fungsi dari fungsi yang mengalami cendera\kerusakan disebut “neural plastisity”
Otak mempunyai kemampuan untuk beradaptasi, memperbaiki, mengatasi perubahan lingkungan nya (bahaya-bahaya) melalui penyatuan neuronal kembali yang dikelompokan menjadi :
(1) Sprouting ( Collateral Sprouting ) merupakan respon neuron daerah yang tidak mengalami cendera dari sel-sel yang utuh ke daerah yang debervasi setelah ada cendera.Perhatikan fungsi SSP dapat berlangsung beberapa bulan atau tahun setelah cendera dan dapat terjadi secara luas di otak pada daerah setal nukleus, hipokampus, dan sistem saraf tepi.
(2) Unmasking, dalam keadaan normal, banyak akson dan sinaps yang tidak aktif. Apabila “ Jalur Utama” mengalami kerusakan maka fungsinya akan diambil oleh akson menurut wall dan kabath, jalur sinapsis mempunyai mekanisme homestatik, dimana penurunan masukan akan menyebabkan naiknya eksitabilitas sinapsnya .
(3)Diachisia (Dissipation of diachisia) keadaan dimana terdapat hilangnya kesinambungan fungsi atau adanya hambatan fungsi dari traktus-traktus sentral di otak (Purbo kuntono, 1997 yang dikutip dari Meryl Roth Gesch M, 1992) .
Maka perbaikan fungsi pada penderita post stroke dapat dilakukan melalui dua cara : (1) Latihan gerak atau mobilisasi dini untuk mempengaruhi fasilitas dan mendidik kembali fungsi otot terhadap sisi anggota yang lesi (2) Latihan untuk mempengaruhi gerak kompensasi sebagai pengganti daerah yang akan lesi.
Pada fase penyembuhan ini latihan sangat berpengaruh dalam derajat maupun kecepatan perbaikan fungsi.Mobilisasi dengan latihan pasif dan latihan aktif sedini mungkin yang dilakukan serta berulang-ulang akan menjadi gerak yang terkontrol atau terkendali.
Sumber: http://www.infofisioterapi.com
Fisioterapi
Posted in: 
